Selasa, 9 Februari 2010

Pelaksanaan Syariat Islam di Bumi Aceh Darussalam

Di bumi Aceh Darussalam saat ini masih tidak berjalan hukum Hudud. Yang ada setakat ini baru sebatas hukum Ta’zir. Hudud adalah hukuman terhadap pesalah yang melakukan dosa atau jinayah yang mana hukumnya telah dinyatakan di dalam Al-Qur’an atau Hadis. Contohnya: murtad, berzina, menuduh orang berzina, minum arak, berjudi, mencederakan atau membunuh, mencuri atau merompak.


Adapun, hukum Ta’zir adalah hukuman terhadap pesalah yang melakukan dosa atau jinayah yang mana hukumnya tidak dinyatakan di dalam Al-Qur’an atau Hadis. Contohnya: Tidak berpuasa di bulan Ramadhan, meninggalkan solat Juma’at, berkhalwat dan sebagainya. Maka, hukuman Ta’zir adalah atas kebijakan dari pihak pemerintah Islam atau melalui Mahkamah Syariah Kerajaan Islam tersebut.


Pelaksanaan Syariat Islam (Ta’zir dan lain-lain) ini diisytiharkan pada tanggal 01 Muharram 1423 Hijrah bersamaan 15 Mac 2002. Penguatkuasa Syariah di Aceh dikenal sebagai Wilayatul Hisbah (WH). Antara tugasan mereka termasuklah melakukan operasi-operasi ke tempat-tempat salon bagi memastikan tiada kegiatan pelacuran yang dilakukan secara tertutup berselindung dibalik kedai Salon (sering terjadi), melakukan operasi busana Muslim dengan menahan wanita-wanita yang tidak berjilbab (tudung) atau berpakaian ketat dan sebagainya. Di bawah ini adalah contoh-contoh hukuman Ta’zir yang diwartakan di bumi Aceh Darussalam ke atas beberapa kesalahan:


Pertama: Menyalurkan zakat secara tidak sah dihukum Ta’zir berupa cambuk (sebatan) di depan umum paling banyak 4 kali, paling sedikit 2 kali atau hukum denda paling banyak Rp.2,000,000, paling sedikit Rp.1,000,000 atau kurungan maksimal 6 bulan, minimal 2 bulan.

(Qanun No 7 Tahun 2004)


Kedua: Tidak membayar zakat atau membayar tetapi tidak menurut tata cara sebenarnya, didenda paling banyak 2 kali nilai zakat yang wajib dibayar, paling sedikit 1 kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, juga membayar seluruh biaya sehubungan dengan dilakukan audit khusus.

(Qanun No 7 Tahun 2004)


Ketiga: Memberikan fasilitas, kemudahan atau melindungi orang yang melakukan khalwat / mesum, dapat dihukum berupa kurungan paling lama 6 bulan, paling singkat 2 bulan dan atau denda paling banyak Rp.15,000,000, paling sedikit Rp.5,000,000.

(Qanun No 14 Tahun 2003)


Keempat: Menyediakan fasilitas atau peluang kepada orang Muslim untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan dapat dipenjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp.3,000,000 atau hukum cambuk (sebatan) didepan umum paling banyak 6 kali dan dicabut (ditarik) izin usahanya (perusahaannya).

(Qanun No 11 Tahun 2002)


Kelima: Makan atau minum ditempat umum disiang hari bulan Ramadhan dapat dihukum berupa hukuman penjara paling lama 4 bulan atau hukuman cambuk (sebatan) didepan umum paling banyak 2 kali.

(Qanun No 11 Tahun 2002)


Keenam: Perusahaan pengangkutan umum yang tidak memberi kesempatan dan fasilitas kepada pengguna jasa (penumpangnya) untuk melaksanakan solat fardhu dapat dicabut izin usahanya (perusahaannya).

(Qanun No 11 Tahun 2002)


Kegagalan untuk melaksanakan hukum Hudud di Aceh adalah atas beberapa faktor. Antaranya termasuklah kelemahan di peringkat pemerintah Aceh sendiri dibawah Gubernor Aceh, Irwandi Yusuf dari Partai Aceh (PA) – dulunya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) , terpaksa menghadapi tekanan-tekanan dari negara-negara Eropah (yang terlibat dalam perdamaian Aceh – Mou Helsinki di Helsinki, Finland antara wakil GAM dan pemerintah Indonesia pada 15 Ogos 2005) dan tekanan dari golongan-golongan ‘hak asasi manusia’ dan sebagainya.

Mudah-mudahan hukum Allah ini akan segera dilaksanakan dan Aceh menjadi contoh pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah (seluruhnya). InsyaAllah.

Tiada ulasan: