Jumaat, 27 Februari 2009

Memahami Politik Indonesia

sambungan artikel lalu…


Untuk memahami system politik Indonesia khasnya yang berkaitan dengan pilihanraya/pemilu memang agak merumitkan, apatah lagi bagi kami yang baru menjejakkan kaki kesini baru 6 bulan. Namun, bagi yang meminati dunia politik, Indonesia sebuah Negara yang amat menarik jika ingin dibuat kajian atau analisa. Andai mahu lebih mendalam, sila ke Acheh agar kalian bisa memahami juga rentak perjalanan Acheh sebagai wilayah autonomi khusus, sejauhmana pelaksanaannya, pro-kontra, cabaran dan tantangan dan sebagainya.


Pengundi/Pemilih


Di Indonesia, rakyatnya berhak atau layak menjadi pemilih/pengundi seawal umur 16 atau 17 tahun lagi berbanding Malaysia yang berumur 21 tahun. Syaratnya mereka telah mempunyai kartu (kad) tanda penduduk (mungkin kad pengenalan). Namun, kebiasaannya, anak-anak yang masih dibangku sekolah menengah ini tidak berminat untuk keluar mengundi dek kerana masih ramai yang tidak mengetahui pengetahuan tentang itu, ditambah lagi dengan umur sebegitu yang dirasakan untuk apa keluar, apa yang akan kami perolehi untung jika memilih mana-mana partai. Makan minum sudah ditanggung oleh ibu bapa saat umur masih sebegitu. Maka, tidak hairanlah jika angka golongan pengundi yang lingkungan umur belasan tahun ini tidak berminat keluar, bisa mencapai angka jutaan orang.


Tetapi, kebiasaannya, golongan mereka inilah yang sering ‘ditarik’ oleh mana-mana partai untuk memilih partai mereka dengan diberi wang jika memilih partai mereka. Jika mereka keluar memilih sekalipun, biasanya anak-anak ini hanya mengikuti apa yang dipilih oleh ibu-bapa dan ahli keluarga mereka sahaja.


Sejarah Pemilu


Era Suharto menjadi Presiden, demokrasi dilihat hampir tertutup rapat. Zamannya dikenali sebagai zaman Orde Baru bagi menggantikan zaman Orde Lama iaitu era Sukarno. Orde Baru bermula pada tahun 1968 hingga 1998. Saat itu hanya 3 partai sahaja yang dibenarkan menjadi peserta Pemilu iaitu Partai Golongan Karya (GOLKAR), Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan yang menggabungkan 3 buah partai Islam didalamnya. Perkembangan mendadak partai-partai bermula pada pemilu 1999 apabila Suharto berjaya dijatuhkan. Suharto adalah pimpinan partai GOLKAR.


Bagi Partai Persatuan Pembangunan yang mewakili 3 buah partai Islam, untuk memenangi pemilu di era Orde Baru sangat menyakitkan. Kediktatoran Suharto ‘memaksa’ rakyat bersama Golkar. Bahkan di Acheh saat itu, mana-mana kawasan yang dilihat mempunyai kecenderungan kepada partai Islam dan melawan Golkar, penduduknya akan ditekan begitu dahsyat, diugut serta kemudahan-kemudahan seperti elektrik dan air tidak dimasukkan. Inilah awal bermulanya gerakan besar kebangkitan rakyat Acheh menghadapi ‘penjajajah’ Pusat yang mereka gelar ‘penjajah Jawa’.


Hari ini, pimpinan Golkar yang menjadi wakil Presiden (timbalan) adalah Jussuf Kalla. Memang agak sukar untuk difahami mengapa mereka masih mendapat jumlah undi yang besar setiap kali Pemilu sedangkan dahulunya Golkar itu ibarat musuh kepada rakyat. Namun, jika dilihat, memang bezanya sudah jauh. Pimpinan Golkar hari ini tidak sama lagi dengan Suharto dari sudut keterbukaan mereka, layanan kepada rakyat dan keprihatinan lain. Wallahua’lam.


Partai-Partai Islam


Di Indonesia, partai-partai yang berbasis Islam adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Kebangkitan Nasional Ulama’ (PKNU) dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia.


Di Acheh pula, daripada 6 buah partai yang ada, yang berbasis Islam hanya 4 iaitu Suara Independen Rakyat Acheh (SIRA), Partai Acheh Aman Sejahtera (PAAS), Partai Daulat Acheh (PDA) dan Partai Bersatu Acheh (PBA).


Namun sejauhmana, kesungguhan dan praktikal keIslaman itu dilakukan, kita tidak mengetahui sepenuhnya. Mudah-mudahan ianya realitas walaupun dikomentar oleh banyak pihak-pihak yang merasa tidak senang apabila Islam digerakkan melalui wadah politik sebagai sebuah parti. Namun ada juga golongan-golongan ini yang tidak melibatkan diri dengan pemilu, tetapi memberi dokongan kepada perjuangan partai-partai Islam. Ketika mengulas mengenai sikap beberapa partai Islam yang bagi mereka agak longgar pendirian, mula agak terbuka dan sebagainya, Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) sendiri memberikan kritikan khasnya kepada PKS. MMI juga menyebut didalam Risalah Mujahidin PKS mungkin belum belajar dari gagalnya Partai Amanat Nasional (PAN), partai berbasis Muhammadiyyah yang memilih jadi partai terbuka. Gagal meraih simpati non-Muslim, malah ditinggalkan pemilih Muslim. Akibatnya PAN gagal dan terpuruk, setelah menjadi partai tanpa kelamin. Sekular tidak, Islam pun tidak”.


Namun, soal itu saya tidak akan bicarakan untuk kali ini kerana tidak berhak mengomentar sesuatu yang kita sendiri tidak tahu sepenuhnya lagi (kerana baru berada disini) khasnya kepada partai-partai Islam yang sudah lama bertapak di Indonesia. Tentang PKS sebagai sebuah partai yang agak baru yang sebelumnya dipimpin oleh Pak Hidayat Nur Wahid dan Nurmahmudi Ismail, didalam mereka ada Majlis Syura Ulama (Dewan Syura) yang memutuskan sesuatu keputusan. Kini, presidennya adalah Ir.Tifatul Sembiring.


Menurut satu sumber yang ‘thiqah’ , PKS yang pada pemilu lalu (2004) membuat kejutan dengan memenangi banyak daerah-daerah di Indonesia, mereka meletakkan satu target besar agar sekurang-kurangnya dalam Pemilu 2009 ini, mereka mampu meletakkan wakil mereka sebagai wakil Presiden (timbalan) dan jawatan Presiden akan diusahakan pada pemilu 2015 kelak agar mereka dapat belajar dan mencari pengalaman terlebih dahulu sebelum menguasai Indonesia.


Perjalanan Pemilu


Rakyat Indonesia melalui 2 kali pemilihan. Pertama pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih anggota legislatif (parlimen), daerah dan sebagainya dan kedua mereka akan mengikuti pemilu bagi memilih Presiden Indonesia yang dijangka akan dilakukan pada bulan Jun 2009. Biasanya keputusan penuh Pemilu akan diperolehi dalam tempoh hampir atau lebih sebulan kecuali jika partai-partai politik itu mencongak atau menganalisa menggunakan ‘hitungan cepat’.


Selepas keputusan itu diketahui, maka mana-mana partai yang mendapat pungutan suara (undi) sebanyak 20% berhak menghantar calon Presiden dari partai mereka untuk dipilih oleh rakyat. Kebiasaannya, hanya sekitar 2 atau 3 partai besar sahaja yang mampu mendapatkan peratusan 20%. Pada pemilu 2004 lalu, disyaratkan kepada partai politik agar mendapat 15% dan kini dinaikkan menjadi 20%.


Bagi partai yang mendapat kurang dari 20%, mereka juga berhak menghantar calon-calon mereka untuk menjadi Presiden. Caranya adalah dengan bergabung dengan beberapa partai yang juga mendapat kurang dari 20% suara. Terpulang berapa partai pun yang ingin digabungkan, lalu mereka bersepakat menghantar seorang calon dikalangan mereka yang disepakati antara partai-partai yang bergabung itu. Maka, disini memerlukan ketelitian dan persefahaman. Jika tidak, mungkin aka nada yang tidak berpuas hati apabila calon itu bukan dari kader partinya.


Kondisi Menjelang Pemilu


Perang bendera dan sepanduk makin hebat. Semua partai mula ‘menabur janji’ mereka kepada rakyat termasuk di Acheh. Mereka mula memasang bendera sejak sebelum Ogos 2008 lagi. Media massa seperti televisyen dibuka seluas-luasnya kepada mana-mana parti yang sanggup mengeluarkan wang untuk mengiklankan partai dan misi mereka dikaca TV. Debat-debat terbuka antara wakil partai-partai politik, hampir setiap minggu disiar diTV disaksikan puluhan juta rakyat Indonesia tanpa sebarang sekatan. Rakyat berhak menilai mana partai yang mereka yakini tanpa ada sebarang tekanan atau ugutan.


Iklan-iklan yang mengusai TV saat ini adalah iklan dari Partai Demokrat (SBY), Golkar (Jussuf Kalla), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bagi partai-partai yang lain yang mungkin tidak ‘berduit’, mereka mengiklankan misi-misi partai mereka melalui akhbar-akbar harian. Di Indonesia, kebiasaannya setiap partai bisa mendapat suara hanya sekitar 10% ke 20% sahaja.


Di Acheh yang terkenal dengan Partai Acheh (PA) sebagai pemerintahnya, yang dahulnya mereka dikenali sebagai Gerakan Acheh Merdeka (GAM), mereka kini terpaksa berdepan dengan beberapa partai besar yang mula ‘gagah’ di Acheh. Antaranya Demokrat, Gerindra, Golkar dan PKS. Kalau dahulunya, dikampung-kampung hanya akan terlihat kibaran bendera merah putih Partai Acheh, kini bendera partai lain mula ‘berani’ masuk setelah dimotori oleh PKS. Sebelumnya, hampir semua partai ‘takut’ memasang bendera mereka di kampung-kampung yang dikuasai Partai Acheh, dicabut jika dipasang bahkan dimarahi.


Maka, untuk kali ini, hasil dari satu survey yang dibuat mendapati, kemungkinan besar PKS bisa menguasai Bandar Acheh dan beberapa kawasan lain. Pun begitu, partai Acheh (PA) masih dilihat kukuh dikawasan-kawasan kampung khasnya wilayah-wilayah yang pernah mengalami konflik seperti Acheh Timur dan Acheh Utara. Ini kerana rakyat setempat masih ‘mengenang jasa’ mereka yang berjuang melawan ‘penjajah Jawa’ dulu.


Catatan: Artikel ini adalah hasil pemerhatian penulis, bahan-bahan dari media dan diskusi bersama beberapa sahabat Kammi Acheh. Wallahua’lam.

Tiada ulasan: